Diberdayakan oleh Blogger.
Ora Beach (Pantai Ora), Maldive nya Indonesia. Apa iya??
Assalamu’alaikum
Pemandangan Desa Saleman
Beberapa foto Sunset dari Ora Beach Resort.
Tebing Batu Hatupia
Halo sobat jalan, baru buka blog lagi nih. Ada niatan untuk corat coret kembali 😁.
Bismillah…lagi ada niat menulis, jadi kali ini saya akan membagikan cerita perjalanan ke Ora Beach (Pantai Ora), Ambon, Maluku, Indonesia.
Pantai Ora (Ora Beach) adalah suatu pantai yang terletak di Pulau Seram, kecamatan Seram Utara, Maluku Tengah, Maluku, Indonesia. Pantai yang berlokasi di ujung barat teluk Sawai ini berada di sebelah Desa Saleman dan Desa Sawai, di tepi hutan Taman Nasional Manusela.
Bagaimana cara menuju Pantai Ora (Ora Beach)?
Untuk mencapai Pantai Ora (Ora Beach) dari Jakarta, perjalanan udara dilakukan menuju Kota Ambon. Beberapa penerbangan komersil Indonesia menawarkan alternatif jadwal penerbangan Jakarta - Ambon.
Pintu menuju Pantai Ora (Ora Beach) dari kota Ambon adalah Pelabuhan Hurnala (Tulehu), dengan jarak tempuh kurang lebih 1 jam jalan darat. Di Pelabuhan ini terdapat feri dengan kapasitas penumpang yang cukup banyak menuju Pelabuhan Amahai, Pulau Seram dengan jadwal 2 (dua) kali pada setiap harinya. Berikut Jadwalnya :
• Senin - Sabtu : Tulehu ke Amahai jam 09.00WIT & 16.00WIT, sementara hari Minggu hanya 1 (satu) kali perjalanan yaitu jam 11.00WIT.
• Untuk jadwal kembali Amahai ke Tulehu dengan jadwal 2x setiap hari, Senin - Sabtu jam 08.00WIT & 14.00WIT, sementara hari Minggu jam 15.00WIT. Perjalanan dengan kapal cepat selama 2 jam dari Tulehu ke Amahai dan sebaliknya.
Setibanya di Amahai, dilanjutkan dengan perjalanan darat menuju Desa Saleman. Ya, persinggahan terakhir sebelum menuju Ora Beach (Pantai Ora). Sayangnya, belum ada kendaraan umum menuju Desa Saleman. Jadi harus sewa mobil. Perjalanan menuju Desa Saleman menempuh waktu sekitar 2 jam. Tiba di Desa Saleman, perjalanan dilanjutkan dengan kapal kecil (muatan 10 orang) yang disewa dari Pihak Ora Beach Resort dengan harga Rp 150.000,- sekali jalan (one way). Perjalanan membutuhkan waktu 7 menit untuk sampai ke Ora Beach Resort.
Pemandangan Desa Saleman
Biasanya, tiba di Ora Beach Resort sore hari. Kita bisa langsung menyaksikan Sunset dari Ora Beach (Pantai Ora) yang sangat indah.
Beberapa foto Sunset dari Ora Beach Resort.
Tipe-tipe kamar di Ora Beach Resort
Ada beberapa pilihan tipe kamar di Ora Beach Resort. Ada Kamar Darat, Rumah Laut & Kamar Laut. Tentunya dengan harga yang berbeda-beda.
• Tipe Kamar Darat
Merupakan tipe paling murah diantara kedua tipe tersebut. Letaknya dibelakang, tentunya tidak dekat dengan pesisir pantai. Rate untuk menginap di tipe ini sekitar Rp 750.000,- sampai dengan Rp 800.000,- per malam TANPA Sarapan Pagi.
Kamar Darat
• Tipe Rumah Laut dan Kamar Laut
Untuk tipe ini letaknya diatas laut. Tentunya dengan view yang mempesona. Tipe Rumah Laut menyediakan 3 kamar dengan 1 kamar Mandi. Sedangkan Kamar Laut, 1 kamar dan 1 kamar mandi. Dari sini kita bisa melihat air laut yang jernih dengan terumbu karangnya. Rate harga untuk Rumah Laut kisaran Rp 3.000.000,-/malam dan Kamar Laut kisaran Rp 1.1000.000,-/malam dan semua TANPA Sarapan Pagi.
Paling depan Rumah Laut
Ora Beach Resort juga menyediakan Paket Trip All In. Mulai dari penjemputan di bandara Ambon, penginapan di Kota Ambon hingga kembali ke bandara Ambon.
Aktifitas apa saja yang bisa dilakukan di Ora Beach?
Banyak sekali yang bisa dilakukan di Ora Beach (Pantai Ora). Selain menikmati keindahan Pantainya, berjemur, kalian juga bisa Snorkeling disekitar Bungalow karena kejernihan air lautnya & terlihat terumbu-terumbu karangnya nan cantik.
Snorkeling di kawasan Penginapan
Selain itu kita juga bisa keliling pulau, yaitu Pulau 7, Pulau Raja, Air Belanda, Tebing Batu, maupun trekking ke Bukit Bendera. Jika ikut trip dari Ora Beach Resort, yang sudah include hanya Air Belanda dan Tebing Batu saja. Jika kalian mengurus tripnya sendiri, berikut harga sewa kapalnya :
• Air Belanda dan Tebing Batu Rp 500.000,-
• Pulau 7 Rp 1.500.000,-
• Pulau Raja dan Tebing Batu kisaran Rp 800.000,- – Rp 1.000.000,-
Begitulah cerita pengalaman trip saya ke Pantai Ora (Ora Beach), Maluku, Indonesia. Perjalanan Udara, Darat, Laut, Darat lagi, Laut lagi, capek, lelah? Tentu saja. Namun semua terbayarkan dengan keindahan Pantai Ora (Ora Beach) dan pulau-pulau disekitarnya. Masyaa Allah, begitu indah Ciptaan Allah, Surga Tersembunyi di Maluku.
Mohon maaf kalau tulisannya berantakan, kurang bagus kata-katanya, maklum bukan penulis 😁🙏🏻. Semoga tulisan ini bermanfaat ya untuk kalian yang ingin trip ke Ora Beach di masa pandemi ini. Jangan lupa tetap mematuhi Protokol Kesehatan ya, Pakai Masker, Bawa Hand Sanitizer, sering-sering cuci tangan dan kalau perlu bawa sendok garpu sendiri yaa. Jaga kesehatan & tetap semangaaat!
See yaa di cerita perjalanan berikutnya.
Assalamu’alaikum.
Taka Bonerate : Perjalanan Panjang Demi Hiu-Hiu Mungil di Pulau Tinabo
Taka Bonerate, mungkin
menyebut namanya saja kadang sulit diucapkan apalagi menuju ke tempat ini. Taka
Bonerate yang dalam bahasa lokal (bahasa bugis) berarti “karang menumpuk di
atas pasir atau gundukan batu di pasir”. Dimana ya? Kawasan ini terletak di Kabupaten
Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, Indonesia dan berbatasan dengan laut
Flores. Taka Bonerate menjadi Taman Nasional sejak tahun 2001. Taman Nasional
Taka Bonerate ini adalah taman laut yang mempunyai kawasan atol terbesar ketiga
di dunia setelah Kwajifein di Kepulauan Marshall dan Suvadiva di Kepulauan
Maladewa. Apa itu Atol? Atol adalah pulau karang yang biasanya berbentuk cincin
dan dibagian tengahnya danau/cekungan yang terisi air laut. Tentunya,
dikelilingi oleh terumbu karang yang sangat indah sehingga sangat bagus untuk
kegiatan menyelam, snorkeling, dan wisata bahari lainnya. Tak heran jika Taka
Bonerate ini menjadi salah satu Taman Nasional di Indonesia, karena memiliki
biodiversitas biota dan terumbu karang yang sangat tinggi serta beragam. Salah
satu pulau yang masuk dalam gugusan pulau-pulau di Taman Nasional Taka Bonerate adalah Pulau Tinabo.
Untuk menuju Pulau Tinabo,
bisa dikatakan susah-susah gampang. Susahnya mungkin karena jarak tempuh yang
panjang, dibutuhkan perjuangan, doa dan kesabaran. Tentunya, faktor cuaca juga
perlu diperhitungkan. Mudahnya adalah sudah banyak transportasi menuju kawasan
ini. Dari Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Anda bisa memilih mau jalur
udara atau jalur darat? jika ingin menghemat waktu, Anda bisa menggunakan jalur
udara, menggunakan pesawat terbang menuju Bandara H. Aeropala, Selayar. Hanya
sekitar 40 menit saja. Namun, harus disesuaikan jadwal penerbangan menuju
Selayar. Karena tidak setiap hari dan setahu saya maskapai yang tersedia adalah
Wings Air. Biaya pun patut diperhitungkan. Jika Anda ingin menikmati setiap
perjalanan, santai, bekpekeran, biaya yang hemat, Kamu bisa memilih jalur darat
yang cukup panjang dan lama waktu tempuhnya.
Bulan April lalu, Saya dan teman-temann berkesempatan mengunjungi Taman Nasional Taka Bonerate dan Saya dipercayai untuk menjadi Tour
Leader dalam trp ini. Saya dan teman-teman (Hanum, Avi, Kak
Dita, Lulu, Juned, Koh Rendy dan Andy Arief) memilih jalur darat untuk
menghemat biaya. Kami menyewa mobil (Antar dan Jemput) dari Makassar menuju Bulukumba,
Pelabuhan Bira dengan waktu tempuh kurang lebih 5 jam. Perjalanan
dilanjutkan dengan menyebrang menggunakan Kapal Ferry selama 2 jam
menuju Pelabuhan Pamatata, Selayar. Jadwal keberangkatan kapal Ferry
ini ada setiap hari nya dan dalam sehari hanya ada 2 jadwal yaitu pagi dan
siang hari. Pada saat itu jadwal kapal ferry jam 09.00WITA. Jika kapal belum
berangkat, sempatkan untuk foto-foto di Pelabuhan Tanjung Bira, karena
pemandangannya cukup bagus. Dalam perjalanan 2 jam di kapal kami pun tertidur pulas.
Setibanya di Pelabuhan Pematata, Selayar, kami dibuat takjub dengan air laut yang jernih dan terlihat jelas karang-karang di perairan Selayar. Waw…belum sampai di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate saja sudah jernih begini air laut nya. Bagaimana disana ya?? Pasti lebih indah dan keren. Kemudian perjalanan dilanjutkan menuju kota Benteng dengan kisaran waktu 1.5 – 2 jam. Dalam perjalanan menuju kota Benteng, mata kita akan dimanjakan dengan pemandangan yang indah, yaitu banyaknya pohon kelapa yang menjulang tinggi serta sepanjang jalan ditemani oleh pantai yang indah. Sayang, kami tidak bisa singgah di Selayar, hanya lewat saja. Jalanan menuju kota Benteng juga cukup bagus, memang agak berliku-liku dan menanjak.
Setibanya di Kota Benteng, kami istirahat sejenak untuk solat dan makan siang sebelum melakukan perjalanan menuju Pelabuhan Pattumbukan. Perjalanan menuju Pelabuhan Pattumbukan memakan waktu sekitar 1.5 – 2 jam. Kapal kayu motor yang kami sewa sudah parkir dan siap mengantarkan kami berlayar selama 5-6 jam menuju Pulau Tinabo. Kami memulai perjalanan laut dari Pattumbukan jam 16.00 WITA, itu artinya sampai di Pulau Tinabo sekitar jam 21.00 atau 22.00 WITA. Berlayar di malam hari? Wah pasti seru neh. Yuhuuuu kami siaap berlayaaar... Awalnya kami masih bersemangat, melihat cuaca yang cerah, awan dilangit biru berderetan seperti kereta kencana, ombak yang tenang, sungguh indah sehingga membuat kami berfoto-foto dan bisa menyaksikan Sunset dalam perjalanan. Namun sayang, saat itu matahari tertutup awan tebal sehingga tidak bisa menyaksikan sunset. Lama kelamaan bosan juga, mengingat lamanya perjalanan laut. Ini yang membuat kenapa ke Takabonerate itu harus ramai-ramai, jangan sendirian, bisa garing selama di perjalanan. Hari berganti menjadi gelap. Itu tandanya malam telah tiba. Tidak ada penerangan dalam kapal. Akan tetapi menjadi malam special karena perjalanan kami ditemani oleh bintang-bintang yang bertaburan. Sangat indah. Kecepatan kapal dikurangi karena berlayar pada malam hari, minim cahaya, hanya mengandalkan senter yang dibantu oleh ABK agar Nakhoda bisa melihat jalur laut serta jarak kapal dengan karang di laut sangat dekat, jadi harus hati-hati dan itulah alasannya mengapa kapal berjalan lambat. Raungan mesin kapal kayu perlahan mulai berhenti. Tidak ada yang terdengar kecuali ombak kecil yang mendera di sisi kapal dan suara-suara manusia yang membantu kapal ini untuk merapat. Ya, akhirnya kami tiba di Pulau Tinabo. Pulau yang tersembunyi dan indah akan kekayaan bawah lautnya. Kami pun siap untuk sebuah petualangan yang tidak akan terlupakan.
Pelabuhan Tanjung Bira dan Kapal Ferry yang mengantar kami menuju Selayar |
Setibanya di Pelabuhan Pematata, Selayar, kami dibuat takjub dengan air laut yang jernih dan terlihat jelas karang-karang di perairan Selayar. Waw…belum sampai di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate saja sudah jernih begini air laut nya. Bagaimana disana ya?? Pasti lebih indah dan keren. Kemudian perjalanan dilanjutkan menuju kota Benteng dengan kisaran waktu 1.5 – 2 jam. Dalam perjalanan menuju kota Benteng, mata kita akan dimanjakan dengan pemandangan yang indah, yaitu banyaknya pohon kelapa yang menjulang tinggi serta sepanjang jalan ditemani oleh pantai yang indah. Sayang, kami tidak bisa singgah di Selayar, hanya lewat saja. Jalanan menuju kota Benteng juga cukup bagus, memang agak berliku-liku dan menanjak.
Setibanya di Kota Benteng, kami istirahat sejenak untuk solat dan makan siang sebelum melakukan perjalanan menuju Pelabuhan Pattumbukan. Perjalanan menuju Pelabuhan Pattumbukan memakan waktu sekitar 1.5 – 2 jam. Kapal kayu motor yang kami sewa sudah parkir dan siap mengantarkan kami berlayar selama 5-6 jam menuju Pulau Tinabo. Kami memulai perjalanan laut dari Pattumbukan jam 16.00 WITA, itu artinya sampai di Pulau Tinabo sekitar jam 21.00 atau 22.00 WITA. Berlayar di malam hari? Wah pasti seru neh. Yuhuuuu kami siaap berlayaaar... Awalnya kami masih bersemangat, melihat cuaca yang cerah, awan dilangit biru berderetan seperti kereta kencana, ombak yang tenang, sungguh indah sehingga membuat kami berfoto-foto dan bisa menyaksikan Sunset dalam perjalanan. Namun sayang, saat itu matahari tertutup awan tebal sehingga tidak bisa menyaksikan sunset. Lama kelamaan bosan juga, mengingat lamanya perjalanan laut. Ini yang membuat kenapa ke Takabonerate itu harus ramai-ramai, jangan sendirian, bisa garing selama di perjalanan. Hari berganti menjadi gelap. Itu tandanya malam telah tiba. Tidak ada penerangan dalam kapal. Akan tetapi menjadi malam special karena perjalanan kami ditemani oleh bintang-bintang yang bertaburan. Sangat indah. Kecepatan kapal dikurangi karena berlayar pada malam hari, minim cahaya, hanya mengandalkan senter yang dibantu oleh ABK agar Nakhoda bisa melihat jalur laut serta jarak kapal dengan karang di laut sangat dekat, jadi harus hati-hati dan itulah alasannya mengapa kapal berjalan lambat. Raungan mesin kapal kayu perlahan mulai berhenti. Tidak ada yang terdengar kecuali ombak kecil yang mendera di sisi kapal dan suara-suara manusia yang membantu kapal ini untuk merapat. Ya, akhirnya kami tiba di Pulau Tinabo. Pulau yang tersembunyi dan indah akan kekayaan bawah lautnya. Kami pun siap untuk sebuah petualangan yang tidak akan terlupakan.
Pulau Tinabo
Adalah
salah satu pulau di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan yang masuk
dalam gugusan pulau-pulau di Taman Nasional Takabonerate. Di Takabonerate, Pulau Tinabo terbagi dua yaitu Pulau Tinabo Besar dan Pulau Tinabo Kecil atau biasa disebut dengan Bungin Tinabo. Nah, yang kami datangi dan menjadi tempat menginap adalah Pulau Tinabo Besar yang memiliki dermaga kayu sepanjang kurang lebih 100 meter dimana seluruh pulau dikelilingi oleh
pantai berpasir putih, air laut yang selalu jernih, semakin dalam warna airnya
kehijauan, biru muda, hingg biru tua menuju bagian laut yang lebih dalam. Sedangkan Pulau Tinabo Kecil atau Bungin Tinabo adalah pulau yang tidak berpenghuni dan letaknya tepat di seberang barat Pulau Tinabo. Pulau Tinabo juga sebagai Basecamp tempat menginap bagi para
wisatawan domestik maupun mancanegara, karena hanya di pulau inilah yang
tersedia penginapan. Tidak banyak penginapan di pulau ini, jumlahnya terbatas. Kamar
yang tersedia memakai kipas angin (tidak ada AC), listrik pun di sini menyala
dari jam 18.00 WITA s.d. 24.00 WITA. Di pulau ini juga tidak ada air tawar
untuk mandi, hanya ada air asin (laut), walaupun ada air tawar tapi jumlahnya
terbatas. Ada juga sih yang menjual air tawar untuk mandi dengan harga Rp
25.000,-/dirigen. Air tawar di sini mengandalkan air hujan untuk ditampung,
lalu dimasak. Jadi, menurut saya, Jangan Mengharapkan Fasilitas Lebih di Pulau
Terpencil.
Bersama teman-teman di Pulau Tinabo |
Aktifitas di Pulau Tinabo selain bermain dengan bayi-bayi hiu, kita juga bisa melakukan aktifitas seperti snorkeling, berenang, berjemur, berperahu (kano) atau sekedar main-main pasir putih yang bertekstur lembut. Pasir putih disekeliling pantai, keanekaragaman biota
laut, rimbunan pohon kelapa dan berbagai keindahan alam lainnya menambah
ke-eksotisan Pulau Tinabo. Hanya dengan membalikkan badan saja kita bisa melihat
keindahan alam berupa matahari terbit (sunrise) maupun matahari terbenam
(sunset) yang begitu indah dari satu tempat.
Sisi lain Pulau Tinabo dan Tour Leader-nya Narsis...hehehe |
Di Pulau Tinabo terdapat spot untuk snorkeling. Tepatnya di depan dermaga kayu. Spot itu bernama Spot Kima atau Taman Kima di Tinabo yang termasuk ke dalam salah satu bagian Konservasi Kima. Kima atau disebut juga dengan Kerang Raksasa merupakan salah satu spesies yang dilindungi di Taman Nasional Taka Bonerate. Karena Kima merupakan hasil laut yang bernilai ekonomi tinggi. Harus hati-hati juga jika snorkeling di spot Kima. Awal nya memang malu-malu jika kita dekati, kima akan menutup mulutnya. Tapi jangan sampai lengah juga karna sewaktu-waktu bisa mencapit dan susah untuk dilepaskan. Tidak hanya Kima saja yang bisa dilihat di sini, tapi banyak juga ikan-ikan cantik dan terumbu karangnya yang masih terjaga. Jadi, marilah kita jaga keindahan dan kelestarian alam bawah laut Indonesia.
Kima atau Kerang Raksasa |
Biota laut lainnya di spot Kima |
Oh ya, Just Info aja neh, jika teman-teman butuh bantuan untuk Arrange sebuah trip, bisa menghubungi 087885694121 (Call/Text/WA)
PULAU WANGI-WANGI : GERBANG UTAMA MENUJU KEINDAHAN LAUT WAKATOBI
Pulau Wangi-wangi atau masyarakat
sekitar menyebutnya dengan Pulau Wanci adalah sebuah pulau di Sulawesi Tenggara
yang terkenal dengan keindahan lautnya. Pulau Wangi-wangi merupakan merupakan
wilayah Kabupaten Wakatobi dan sekaligus menjadi pusat administrasi di
Kabupaten Wakatobi. Nama Wakatobi sendiri merupakan kepanjangan dari empat pulau
utama yaitu Wa dari Wangi-wangi, Ka dari Kaledupa, To dari Tomia dan Bi dari Binongko.
Pulau Wangi-wangi merupakan pintu gerbang menuju Taman Laut Wakatobi yang
menyimpan keindahan dunia bawah laut yang mempesona, kaya dan megah.
Untuk menuju Pulau Wangi-wangi,
Anda bisa memilih penerbangan dari Jakarta menuju Kendari atau menuju Bau-bau.
Dari Kendari, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan kapal ferry kayu dari
Pelabuhan Kendari ke Pulau Wangi-wangi. Kapal berangkat 4 kali dalam seminggu,
yaitu senin, selasa, kamis, dan sabtu jam 09.00 WITA (Tahun 2014) dengan waktu
tempuh sekitar 10 jam. Begitu juga sebaliknya. Jika melalui Bau-bau di Pulau
Buton, kapal ferry kayu berangkat setiap hari di malam hari jam 21.00 WITA
(Tahun 2014) dengan waktu tempuh sekitar 9 jam. Apabila Anda ingin menghemat
waktu dan mempunyai biaya yang cukup besar, perjalanan ke Pulau Wangi-wangi
bisa menggunakan Pesawat Terbang dari Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar
menuju Bandara Matahora, Wangi-wangi dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Namun,
harus disesuaikan jadwal penerbangannya. Karena tidak setiap hari ada
penerbangan ke Wangi-wangi dan setahu saya hanya Wings Air yang menyediakan
penerbangan ke Wangi-wangi.
Saya dan kedua teman saya (Septi
dan Icha), berkesempatan untuk mengunjungi WAKATOBI. Kami bertiga berangkat
dari Jakarta menuju Pulau Wangi wangi melalui Kendari, Ibu Kota Sulawesi
Tenggara. Kami menginap semalam di Kota Kendari. Keesokan harinya, kami
bergegas menuju Pelabuhan Kendari menggunakan angkot dengan waktu tempuh
sekitar 15-20 menit. Kapal Ferry yang membawa kami dan penumpang lainnya ke
Wangi-wangi berangkat jam 09.00 WITA. Seperti biasa, terjadi keterlambatan
keberangkatan alias Delay. Harga tiket kapal saat itu Rp 160.000,-. Tidak ada
kelas-kelas nya di dalam kapal tersebut. Yang ada hanyalah penyewaan kamar
dengan menambah biaya dihitung perjiwa sebesar Rp 80.000,-. Akhirnya kami
memilih tempat yang telah disediakan, yaitu sesuai nomor di dalam tiket. Di
dalam kapal ini, memiliki ranjang Dormitory, tersusun rapi dengan kasur tipis
pas dengan ukuran badan kita (seperti kasur jika kita pergi ke Dokter). Terlentang,
tengkurep, menoleh ke kiri teman-teman saya, menoleh ke kanan orang lain.
Hahahaha…seru juga…Ada fasilitas karokenya juga loh..dengan TV layar datar,
Micropone, DVD, tentunya artis-artis pendukung warga asli Wangi-wangi. Apalagi
kalau bukan lagu Dangdut yang dinyanyikan. Yeaaah..Dangdut is the music of my
country. Hehehe…lumayanlah ada hiburan untuk menghilangkan kejenuhan di kapal
yang berlayar selama 10 jam. KHANMAEN – Jargon-nya si Icha..hahaha…Bosan??
tentu…dari ngobrol-ngobrol, tidur, bangun, minum, makan siang gratis yang
lauknya sedikit tp nasinya banyak, ke toilet, tidur lagi, kebangun tetap belum
sampai-sampai juga. Hahaha…makin seru..stag di kasur tipis ukuran sesuai badan.
Selalu ingat, Nikmatilah setiap perjalanan Anda, kemanapun tujuan Anda, sesulit
apapun perjalanan Anda, Nikmatilah!!! Disarankan membawa cemilan dan permainan,
misalkan kartu, atau monopoli untuk menghilangkan rasa jenuh. Kapal sempat
berlabuh di Dermaga Enreke untuk menurunkan penumpang. Dermaga yang tidak
terlalu besar dan saya pun menyempatkan foto-foto dari kapal.
Neng Septi - Akhirnya sampai juga di Kendari |
Pagi hari di Teluk Kendari |
Sudah tidak sabar melihat keindahan laut Wakatobi, sampai nyangkut itu tas |
Ini Kapal-nya, menuju Wanci |
Bergaya di Dormitory kapal menuju Pulau Wanci |
Dormitory |
Sunset saat perjalanan menuju Pulau Wangi-wangi |
Akhirnya, sampailah kami di
Pelabuhan Wanci, Wangi-wangi. Perjalanan laut yang luar biasa selama 10 jam
membawa kami tiba di Pulau Wangi-wangi tepat jam 20.00 WITA. Kami pun dijemput
oleh Mas Wadi (kalau tidak salah hehehe...) yang akan menjadi Guide selama di Wakatobi. Saya amati, pulau ini
memang besar. Sudah banyak fasilitas dan akomodasi yang memadai di Pulau ini.
Terdapat Bank, Rumah Sakit, Bandar Udara, Sekolah, Hotel, penginapan bahkan
resort sudah tersedia di Pulau ini. Pantas saja pulau ini menjadi pusat
administrasi Kabupaten Wakatobi. Setelah melihat-lihat suasana malam di pulau
ini, Kami langsung diantar untuk makan malam. Harapan kami adalah menu makan
malam dengan makanan khas dari Pulau ini. Ternyata, kami dibawa ke sebuah
warung tenda dan makan pecel ayam khas jawa timur. Hahaha…memang banyak
warung-warung tenda yang menjual masakan dari daerah lain. Sepertinya
transmigran. Mungkin, karena sudah malam, jadi restoran yang menjual masakan
khas pulau ini sudah tutup. Setelah makan malam, kami pun diantar ke penginapan
dan beristirahat.
Pastinya semua wisatawan yang
berkunjung ke Wakatobi untuk menyaksikan kekayaan bawah laut yang berlimpah dan
eksotis dengan air laut yang jernih, terumbu karang yang mempesona, dan
tentunya aneka hewan laut cantik yang memang menjadi magnet kuat Wakatobi. Tidak
hanya bawah laut nya yang mempesona, Daratan Pulau ini juga kaya akan keindahan
alam dan budayanya. Namun, belum banyak yang tahu (kurang informasi) kalau di
Pulau Wangi-wangi juga terdapat objek wisata yang keren dan patut kamu
kunjungi, diantaranya Wisata Gua Alam, Pantai-pantai, Puncak Toliamba,
Kehidupan Kampung Bajo dan Pasar Malam Tradisional. Tempat pertama yang kami
kunjungi adalah Puncak
Toliamba Wakatobi. Puncak Toliamba merupakan salah satu objek wisata
dataran tinggi. Dari atas puncak ini, kamu dapat menikmati pemandangan alam dan
areal perkebunan penduduk yang ditanami beberapa tanaman. Di samping itu juga
kamu dapat menikmati panorama laut dan sunset dari puncak ini. Puncak Toliamba
terletak di Desa Waginopo Kecamatan Wangi-wangi. Jarak yang ditempuh untuk
sampai ke tempat ini sekitar 1 1.5 jam
dari pusat kota.
Terdapat beberapa Gua air tawar
di Pulau Wangi-wangi (Wanci). Salah satunya Gua air tawar yang kami kunjungi,
yaitu Gua
Kontamale Wanci. Kontamale berasal dari kata Konta yang artinya Pegang dan Male
yang berarti Luntur. Jadi kata Guide maksudnya adalah siapa yang ingin berbuat
jahat di Gua ini, niatnya akan luntur. Gua Kontamlae terletak di tengah Kota
Wangi-wangi, di tepi jalan dan dekat dengan rumah penduduk. Jika masuk ke
dalam, terihat beberapa bagian Gua yang asri dan rindang dinaungi oleh
pohon-pohon yang besar sehingga membuat Gua ini menjadi teduh. Hal inilah yang
membuat setiap pengunjung betah berlama-lama dan menikmati suasana di Gua ini.
Gua Kontamale memiliki air yang jernih dan bersih. Walau sudah sejak lama
dimanfaatkan warga sekitar untuk mandi dan mencuci, air di dalam Gua ini tetap
jernih dan bening. Andai saja punya waktu lama berada di sini, ingin rasanya kami
menceburkan badan dan merasakan air di Gua ini. Pasti asyik dan menyegarkan.
Setelah asyik menikmati suasana
di Gua Kontamale Wanci, kami diajak Guide Lokal mengunjungi Masjid Tertua di
Pulau Wangi-wangi. Masjid Mubarok Liya, Masjid tertua di Wakatobi
ini didirikan pada tahun 1546 tahun sesudah pelantikan Sultan Buton pertama
pada tahun 1538, masjid tertua sesudah Masjid Agung Keraton Wolio. Letaknya di
atas bukit, di dekat Benteng Liya Togo.
Setelah menikmati daratan Pulau
Wangi-wangi yang kaya akan keindahan alam dan budayanya, akhirnya kami menikmati
indahnya laut Wakatobi yaitu di Sombu Jetty. Spot ini salah satu andalan
wisata bahari di Pulau Wangi-wangi. Jaraknya dekat dari kota ataupun hotel
tempat kami menginap. Hanya kisaran waktu 10 – 15 menit untuk sampai ke Sombu
Jetty dengan menggunakan mobil. Spot yang menjadi andalan Pulau Wangi-wangi
ini, selalu ramai dikunjungi wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Walau
hanya sekedar berenang, snorkeling, menyelam ataupun hanya sekedar sunset.
Tidak usah diragukan lagi akan keindahan perairan di Sombu Jetty. Begitu
jernih, bening seperti kaca, memiliki terumbu karang yang indah. Sangat
terlihat jelas sekali dari daratan.
Dari dermaga sudah terlihat jelas terumbu karang - Sombu Jetty |
Sombu Jetty juga cocok untuk
pemula yang ingin coba melihat indahnya laut lebih dalam lagi. Saya dan Septi
mencoba Discovery Dive, ini pertama kalinya bagi kami yang masih pemula dan belum
mempunyai License. Sedangkan Icha mengambil Open Water, karena sudah mempunyai
License dan tentunya sudah mengerti tentang ”menyelam”. Sebelum menyelam,
sebagai pemula wajib berkenalan sama gear yang akan kita pakai saat menyelam.
Yang pertama itu Air Tank (tabung oksigen), Wetsuit, Fins, Mask & Snorkel,
dive boots, dan yang ga kalah penting nih BCD (Bouyancy Compensator Divice)
serta perintilan kecil yang seperti regulator, Pressure & Deep Gauge (alat
pengukur isi tabung selama penyelaman dan tingkat kedalaman), serta Weightbelt
(pemberat). Kami mendengarkan instruksi dari Dive Master yang akan menemani
kami selama di bawah laut. Pelajaran yang singkat tentang menyelam. Semoga
aman-aman saja di dalam laut. Banyak istilah-istlah dalam menyelam seperti Oke,
Naik, Turun, Trouble, Jalan, Mengambang, Foto, dan lain-lain. Deg-degan??
Pastinya..karena ini pengalaman pertama saya menyelam.
Pas pertama turun dengan seluruh
peralatan menyelam lengkap, ribet banget, panik, susah turun ke bawah. Awalnya
naik-naik terus saat sudah di dalam. Mungkin karena panik, jadi pernapasan pun
belum teratur. Itu yang bisa menyebabkan keracunan nitrogen. Akhirnya
perlahan-lahan dengan dibantu Dive Master, bisa juga turun ke bawah. Dari 3
meter, lanjut ke 5 meter, 6 meter dan menuju 9 meter. Sungguh
indah, kereeeen abiiiiss, tidak bisa berkata apa-apa. Terpukau saya melihat berbagai
jenis ikan dan terumbu karang berbagai bentuk, ada yang datar, landai, cekung
dan berbentuk dinding terjal sampai berbentuk gua-gua. Begitu juga beragam
biota lautnya yang mengagumkan, cantik dan mempesona. Di saat saya sudah
dalam posisi aman dan tenang di dalam laut, mulailah saya berfoto-foto. Di saat
itulah, entah kenapa tiba-tiba saya merasakan sesak nafas, seperti kehabisan
oksigen. Saya pun mulai panik. Saya sudah memberikan kode ”Trouble”, namun Dive
Master memberikan kode ”Tenang”, tekan hidung jika telinga sudah mulai sakit.
Bukan itu….rasanya pengen berbicara langsung di dalam air dan berkata ”Bang,
Dada saya sesak, kehabisan oksigen” benar saja, masker saya lepas seperti ingin
berbicara. Langsung buru-buru saya pasang lagi. Entah berapa liter air laut
yang sudah masuk ke mulut saya. Panik..Panik.. dan Panik..itu yang saya alami.
Akhirnya saya memutuskan ke atas (walau saya tidak tahu caranya bagaimana).
Melihat saya memutuskan untuk naik (dengan cara yang salah), Dive Master pun
membantu saya sampai ke atas. Dengan nafas terbata-bata, batuk-batuk karena
sudah banyak minum air laut, akhirnya saya tertolong juga. Alhamdulillah terima
kasih ya Allah. Dive Master mengatakan “Kalau sudah di dalam laut, jangan
kosong pikirannya. Fokus. Dan yang terpenting adalah jangan panik. Tidak boleh
juga langsung naik. Ada langkah-langkahnya”. Saya pun hanya diam dan
mendengarkan saja karena dada masih terasa sesak. Pada saat instruksi tentang istilah-istilah dalam menyelam, memang tidak diberitahukan untuk kode ”Sesak Nafas” (sebut saja istilah nya itu ya…)
dan pelajaran menyelam yang singkat. Mungkin terlewatkan tentang hal itu. Satu sisi saya
masih pemula, tidak tahu menahu soal meyelam harus berapa meter dulu untuk
pemula, dan saya hanya mengikuti Dive Master yang menemani saya selama meyelam.
Saya pun tidak liat Pressure & Deep Gauge (alat pengukur isi tabung selama
penyelaman dan tingkat kedalaman). Disarankan, jika masih pemula, jangan sampai
terlalu dalam saat menyelam. Cukup di kedalaman 5 meter saja. Saya menyelam kurang lebih 30 menit.
Bergaya sebelum menyelam |
Sombu Jetty, Pulau Wangi-wangi |
Menanti sunset di Sombu Jetty yang mempesona, hanya itu yang bisa menghibur saya untuk mengembalikan energi dan ketenangan dalam diri setelah kejadian saat menyelam tadi. Tapi, matahari terbenam pun tertutup awan tebal. Hanya terlihat semburat pancaran sinar matahari yang akan terbenam meninggalkan kami.
Itulah pengalaman Saya
dan kedua teman saya (Septi dan Icha) dalam menjelajah Pulau Wangi-wangi,
Wakatobi, mulai dari daratan dengan keindahan alam dan budaya hingga keindahan
bawah laut Sombu Jetty, Pulau Wangi-wangi. Tidak hanya Pulau nya saja yang indah, masyarakatnya pun ramah dan mudah tersenyum.
Semoga penjelasan di
atas bermanfaat dan membuat teman-teman jadi ingin ke Wakatobi. Tak Ada Yang
Seindah Negeri Sendiri, Ya Indonesiaku… Tetap jaga kelestarian alam Indonesia
ya…
Tag :
Wakatobi,